Sinergi Sekolah, Orangtua dan Masyarakat Jadi Kunci Sukses Pembelajaran Tatap Muka
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim dalam revisi Surat Keputusan Bersama (SKB) Empat Menteri menyebut pembelajaran tatap muka di sekolah juga dibuka atau diperbolehkan bagi wilayah di zona kuning.
Hal itu diungkapkan Mendikbud pada Webinar Penyesuaian Kebijakan Pembelajaran di Masa Pandemi Covid-19, secara virtual melalui Zoom dan disiarkan langsung dari kanal YouTube Kemendikbud RI, Jumat (7/8/2020) sore.
Berdasarkan data Kemendikbud per 19 Agustus, dari 423.492 sekolah terdapat 32.821 sekolah zona hijau (8 persen), 205.154 sekolah zona oranye (48 persen), 151.269 sekolah zona kuning (36 persen) dan 34.248 sekolah zona hijau (8 persen).
Itu artinya, dengan kebijakan terbaru SKB 4 Menteri ada sekitar 44 persen sekolah di Indonesia diperkenankan melakukan pembelajaran tatap muka.
6 potensi dampak negatif Analis Kebijakan Setdirjen PAUD Dikdasmen Kemendikbud Suharton Arham kembali menjelaskan (23/8/2020) kelangsungan belajar mengajar yang tidak dilakukan di sekolah berpotensi membawa dampak negatif berkepanjangan, antara lain;
1. Anak harus bekerja Resiko putus sekolah dikarenakan anak “terpaksa” bekerja untuk membantu keuangan keluarga di tengah krisis pandemi Covid-19.
2. Persepsi orangtua Banyak orangtua yang tidak bisa melihat peranan sekolah dalam proses belajar mengajar apabila proses pembelajara tidak dilakukan secara tatap muka.
3. Kesenjangan capaian belajar Perbedaan akses dan kualitas selama pembelajaran jarak jauh dapat mengakibatkan kesenjangan capaian belajar terutama untuk anak dari sosio-ekonomi berbeda.
4. Risiko learning loss Studi menemukan bahwa pembelajaran di kelas menghasilkan pencapaian yang lebih baik saat dibandingkan dengan PJJ.
5. Kekerasan yang tidak terdeksi Tanpa sekolah, banyak anak terjebak kekerasan di rumah tangga tanpa terdeteksi oleh guru.
6. Risiko internal Ketika anak tidak lagi datang ke sekolah, terdapat risiko untuk pernikahan dini, eksploitasi anak terutama perempuan, dan kehamilan remaja.
Tidak tergesa lakukan tatap muka Lihat
Arton juga mengingatkan agar protokol kesehatan dan daftar periksa dilaksanakan secara ketat di sekolah yang sudah diizinkan melakukan pembelajaran tatap muka.
Tidak hanya itu, pelaksanaan protokol kesehatan menurutnya tidak hanya dilakukan di sekolah namun juga menjadi tanggung jawab bersama masyarakat sebelum atau setelah anak-anak melakukan pembelajaran tatap muka agar tidak menimbulkan persepsi munculnya klaster baru di sekolah.
“Ada banyak daerah yang justru minta (pembelajaran) tatap muka padahal wilayah atau daerahnya masih masuk dalam zona merah atau zona oranye,” ungkap Arton. Ia mengimbau pemda mendorong dan mendukung sekolah untuk melakukan PJJ secara kreatif sehingga tidak tergesa-gesa melakukan tatap muka.
Anton menyampaikan Kemendikbud setidaknya telah menyiapkan 3 opsi kurikulum untuk diimplementasikan dinas pendidikan daerah, mulai dari kurikulum 2013, kurikulum darurat dan kurikulum yang disederhanakan.
Dengan kurikulum adaptif ini, Arton berharap guru dan sekolah kreatif dan inovatif dalam menyajikan pembelajaran berkualitas dan menyenangkan bagi siswa.
Menurutnya, guru yang hanya memberikan banyak tugas justru membuat PJJ menjadi beban siswa dan berujung memberatkan orangtua. Inilah yang kemudian memicu orangtua mendesak sekolah segera dibuka melakukan pembelajaran tatap muka.
“Tanggung jawab kita semua mengasah kemampuan guru kita agar mampu menyajikan pembelajaran inovatif dan berkualitas,” tegas Arton. Menurutnya, keberhasilan pembelajaran tatap muka di sekolah zona hijau dan kuning perlu didukung dengan sinergi dan kedisiplinan banyak pihak mulai dari sekolah, orangtua, dan masyarakat.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul “Sinergi Sekolah, Orangtua dan Masyarakat Jadi Kunci Sukses Pembelajaran Tatap Muka”, Klik untuk baca: https://www.kompas.com/edu/read/2020/08/23/114920371/sinergi-sekolah-orangtua-dan-masyarakat-jadi-kunci-sukses-pembelajaran-tatap?page=all#page2.
Penulis : Yohanes Enggar Harususilo
Editor : Yohanes Enggar Harususilo
Responses